Senin, 30 Juni 2014

Tugas Softskill 2:Kerukunan Beragama




Kerukunan 

Beragama


Dalam negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk di daerah kita terdapat beberapa jenis agama yang berbeda. Dari satu sisi, perbedaan-perbedaan yang ada dilihat dan dinilai sebagai kekayaan bangsa dimana para penganut agama yang berbeda bisa saling menghargai atau menghormati, saling belajar, saling menimbah serta memperkaya dan memperkuat nilai-nilai keagamaan dan keimanan masing-masing. Perbedaan tidak perlu dipertentangkan, tetapi dilihat dan dijadikan sebagai pembanding, pendorong, bahkan penguat dan pemurni apa yang dimiliki. Kaum beriman dan penganut agama yang berbeda-beda semestinya bisa hidup bersama dengan rukun dan damai selalu, bisa bersatu, saling menghargai, saling membantu dan saling mengasihi.
Namun dalam sejarah kehidupan umat beragama, sering terjadi bahwa perbedaan keagamaan dan keimanan dijadikan sebagai pemicu atau alasan pertentangan dan perpecahan. Di banyak tempat, termasuk di Maluku, telah terjadi konflik berdarah dan berapi yang menelan banyak korban manusia dan harta benda, serta menghancurkan sendi-sendi kehidupan di pelbagai bidang, di lingkungan kita. Unsur-unsur keagamaan dijadikan sebagai pemicu dan sasaran penghancuran dalam konflik tersebut.
Menurut pemahaman teoritis dan pengakuan “oral” banyak pihak, agama bukan dan tidak boleh dipandang serta dijadikan sebagai pemicu konflik dan perpecahan, melainkan adalah dan harus dipandang serta dijadikan sebagai penunjang perdamaian dan persatuan.
Namun kenyataannya dalam perilaku atau tindakan orang-orang tertentu, entah dengan sengaja atau tidak, agama dipakai sebagai pemicu konflik dan perpecahan.
Bahkan ada orang-orang tertentu yang menganggap dan menjadikan agama sebagai dasar atau alasan untuk tidak boleh hidup bersama atau harus hidup terpisah, tidak boleh berdamai atau rukun dengan orang yang berbeda agama. Bahkan ada anjuran untuk memusuhi dan membinasakan orang-orang yang beragama lain
Kenyataan bahwa unsur-unsur keagamaan dijadikan sebagai pemicu serentak sasaran konflik, baik pada tingkat lokal dan nasional maupun internasional akhir-akhir ini, tentu memprihatinkan dan mencemaskan banyak orang, terutama bagi kita bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat Maluku khususnya, yang berciri majemuk. Persaudaraan, kekeluargaan, kerukunan, perdamaian dan ketenteraman serta kebersamaan, persekutuan dan kerjasama akan terancam, terganggu dan merosot. Timbul kecemasan akan konflik, kekerasan, perpecahan dan kehancuran yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Cukup banyak orang cemas akan ancaman terhadap kesatuan dan persatuan bangsa, atau akan terjadinya disintegrasi bangsa, yang dipicu dengan issu agama.
Maka kita perlu memberi perhatian khusus pada permasalahan yang ada, mendalami serta mengupayakan langkah-langkah penyelesaian maupun antisipatif. Perlu diupayakan peningkatan akan pemahaman, penghayanan, implementasi dan pelestarian akan :
1. wawasan kebangsaan kita seperti tersurat dan tersirat dalam  falsafah bangsa seperti : “Bhineka Tunggal Ika”, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”,  maupun kearifan-kearifan lokal seperti “pela”  dan “gandong”, “ain ni ain” (Kei = satu punya satu), dll;
2. kekeluargaan dan persaudaraan sejati antar suku, ras, golongan, daerah dan agama;
3. kerukunan dan toleransi antar umat beragama maupun suku, ras dan golongan.
Untuk itu kita perlu upaya pengkajian dan pemahaman tentang inti permasalahan kita dan sebab-musebabnya, tatacara mengatasi dan mencegahnya, serta dasar pijak dan pedoman arah dari langkah kita.

Secara umum kerukunan dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana tercipta suatu keseimbangan sosial dalam masyarakat. Kerukunan ini juga bisa diartikan sebagai keadaan atau situasi bebas konflik. Bila ditinjau lebih jauh terutama bila dilihat dari kata dasarnya, rukun, maka kerukunan bukan hanya sebagai suatu situasi atau kondisi semata tetapi lebih dari itu kerukunan mencerminkan suatu relasi yang intim antar individu ataupun kelompok dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat atau beragama.
Kerukunan dalam hidup beragama
Dalam hidup beragama, kerukunan lebih dilihat sebagai suatu keadaan dimana tercipta saling pengertian, saling menghormati antar pemaluk agama. Kerukunan dalam hidup beragama manjadi suatu hal yang penting manakala kita dalam kehidupan bersama, dalam hal ini mencakup kebersamaan kita dalam berbangsa dan bernegara; dihadapkan pada kondisi kemajemukan, seperti yang dialami oleh Negara kita saat ini. 
Kemajemukan di negara kita ini mencakup begitu banyak aspek dan salah satunya adalah agama/kepercayaan/religiusitas. Hemat kami, kerukunan tercipta manakala setiap pemeluk agama mengerti dan memahami apa yang diajarkan agamanya. Selain itu, hal yang tak kalah penting ialah bahwa setiap umat beragama harus menyadari bahwa negara kita ini adalah negara yang majemuk, sehingga tidak ada agama yamg merasa diri sebagai agama yang benar, mengatasi agama-agama lainnya. Bila umat beragama sadar, menghormati kemajemukan beragama, maka kerukunan antar umat beragama bisa tercipta.Kerukunan beragama merupakan pokok dari semua kerukunan. Karena jika kerukunan bergama sudah terwujud maka kerukunan dalam bidang lain dapat juga terwujud dengan baik.

      NILAI – NILAI YANG PERLU DIKEMBANGKAN UNTUK MENJALIN KERUKUNAN HIDUP ANTARUMAT BERAGAMA
1.       Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya;
2.      Saling hormat menghormati, menghargai dan bekerja sama antara pemeluk agama, antara berbagai golongan agama dan antara umat beragama dengan pemerintah yang sama - sama bertanggung jawab membangun bangsa dan negara;
3.       Saling tenggang rasa dengan tidak memaksakan agama kepada orang lain;
4.      Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban setiap manusia, tanpa membedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan lain-lain;
5.      Saling  menolong dan tidak semena-mena terhadap orang lain.

    FUNGSI KERUKUNAN HIDUP ANTARUMAT BERAGAMA
1.       Menjaga ketentraman masyarakat;
2.      Saling menghormati antar umat beragama;
3.       Mencegah terjadinya pertentangan antara agama yang satu dengan yang lainnya;
4.      Mempersatukan perbedaan antarumat beragama.

 SIKAP - SIKAP ANTARUMAT BERAGAMA
1.       Sikap Eksklusivisme : sikap yang hanya mengakui agamanya yang paling benar dan baik.
2.      Sikap Inklusivisme : sikap yang dapat memahami dan menghargai agama lain dengan eksistensinya, tetapi tetap memandang agamanya sebagai satu - satunya jalan menuju keselamatan.
Misalnya agama Kristen dapat  mengakui keberadaan agama lain tetapi keselamatan hanya melalui  YESUS KRISTUS.
3.       Pluralisme : sikap yang menerima, menghargai, dan memandang agama lain sebagai agama yang baik serta memiliki jalan keselamatan.
Dalam perspektif pandangan seperti ini, maka tiap umat beragama terpanggil untuk membina hubungan solidaritas, dialog dan kerja sama dalam rangka kehidupan yang lebih baik dan lebih berpengharapan.
Pluralisme bangsa Indonesia merupakan keunikan serta kekayaan yang harus disyukuri. Hidup dalam masyarakat bangsa yang pluralis dangan sendirinya menuntut sikap toleransi serta solidaritas yang tinggi dan hal itu menghasilkan suatu dunia baru dimana masyarakat menjadi sangat heterogen dalam suatu wilayah tempat tinggal, maka solidaritas dan toleransi telah menjadi syarat utama dalam membangun kehidupan bersama.
4.      Fundamentalisme agama adalah suatu sikap hidup beragama yang militan, yang juga tidak menghendaki idiologi - idiologi lain hidup disampingnya karena nilai-nilai kebenaran hanya ada pada dirinya.




KERUKUNAN DITINJAU DARI SUDUT PANDANG PANCASILA DAN UUD 1945
Titik pijak dari pengembangan kerukunan adalah pancasila dan pembukaan UUD 1945 yang dituangkan  dalam sila ke 5 tentang “ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ” dan UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 mengatakan tentang:
1.       Negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa,
2.      Negara menjamin kemerdekaan tiap - tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing - masing dan untuk beribadah  menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang pluralis dari segi suku, agama dan budaya kita. Berbagai arus pemikiran modern, setiap agama berbulat dengan persoalan adaptasi, dialog sekaligus identitas. Disatu pihak agama harus berakar pada sejarah dan tradisi, tetapi agama harus membuktikan diri sebagai kekuatan atau gerakan liberatif yang terbuka terhadap dialog dan kerja sama. Sikap pluralisme menjadi jembatan terciptanya toleransi, persaudaraan dan persahabatan antarumat beragama, antar suku dan bangsa.



Fakta bahwa ada konflik dan kekerasan maupun perpecahan dan penghancuran yang berkaitan dengan agama disebabkan karena :
  1. Perbedaan yang ada salah dipahami dan salah disikapi, dan tidak dilihat dan ditanggapi secara positif serta tidak dikelola dengan baik dalam konteks kemajemukan.
  2. Fanatisme yang salah. Penganut agama tertentu menganggap hanya agamanyalah yang paling benar, mau “menang sendiri”, tidak mau menghargai, mengakui  dan menerima keberadaan serta kebenaran agama dan umat beragama yang lain.
  3. Umat beragama yang fanatik (secara negatif) dan yang terlibat dalam konflik ataupun yang menciptakan konflik adalah orang-orang yang pada dasarnya :
  4. kurang memahami makna dan fungsi agama pada umumnya;
  5. kurang memahami dan menghidupi agamanya secara lengkap, benar, mendalam;
  6. kurang matang imannya dan takwanya;
  7. kurang memahami dan menghargai agama lain serta umat beragama lain;
  8. kurang memahami dan menghargai hakekat dan martabat manusia;
  9. kurang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang universal, terutama hati nurani dan cinta kasih;
  10. kurang memahami dan menghidupi wawasan kebangsaan dan kemasyarakatan yang khas Indonesia, yakni kerukunan, toleransi dan persatuan dalam kemajemukan, baik pada tingkat nasional maupun lokal.

Oleh sebab itu permasalahan yang timbul, ataupun yang dikhawatirkan akan timbul, dapat diatasi atau dicegah dengan upaya peningkatan pemahaman dan implementasi yang memadai dari kekurangan-kekurangan tersebut, terutama peningkatan kwalitas iman dan takwa, hati nurani dan cinta kasih. Hal ini dapat dilaksanakan dengan:
  1.  Mengembangkan Dialog atau komunikasi timbal balik, yang dilandaskan pada kesadaran akan :
  2. adanya kesamaan maupun perbedaan yang tak dapat diingkari dan disingkirkan, sesuai hakekat atau harkat dan martabat manusia;
  3.  adanya kesamaan nilai-nilai serta permasalahan dan kebutuhan yang universal, yang berkaitan dengan kemanusiaan, seperti kebenaran, keadilan, HAM, persaudaraan dan cinta kasih;
  4. adanya fakta kehidupan bersama dalam kemajemukan serta hubungan dan ketergantungan satu sama lain;
  5. mutlak perlunya kerukunan dan damai sejahtera, persatuan dan kerjasama dengan prinsip keadilan, saling menguntungkan, saling menghargai, saling terbuka dan saling percaya.
  6. Mengevaluasi dan memperbaiki sistem dan bobot pendidikan dan pembinaan, baik yang khas keagamaan maupun yang bukan khas atau yang bersifat umum, untuk menambah pengetahuan, mematangkan iman, meningkatkan moral dan spiritual, memantapkan kepribadian;
Sasaran pendidikan dan pembinaan bukan hanya pada aspek intelektual dan ketrampilan, tetapi juga pada budi pekerti dan hati nurani (moral dan spiritual) serta emosionalitas dan perilaku, pola pikir dan pola hidup.
  1.  Mencermati, mengevaluasi dan membaharui doktrin dan praktek-praktek keagamaan yang terlalu atau bahkan hanya formal dan ritualistik belaka agar lebih fungsional atau berdaya-guna secara tepat dan efektif bagi pemantapan kwalitas diri dan kehidupan penganutnya pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya.
  2.  Mengembangkan hidup bersama, kegiatan bersama dan kerjasama secara proporsional yg dilandaskan pada kesadaran akan kebutuhan dan ketergantungan satu sama lain sebagai konsekwensi hidup bersama serta kesamaan martabat dan hak sebagai manusia.
DASAR KERUKUNAN DAN TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA
Dasar atau landasan dari ketiga cara untuk membangun kerukunan dan toleransi antar umat beragama sebagaimana yang telah dikemukakan adalah hakekat dan martabat kemanusiaan, realita sosial yang ada, ideologi keagamaan yang dianut dan dicita-citakan, dan komitment konstitusional yang dicanangkan.
 Dasar Kemanusian (Filosofis)
Kerukunan dan toleransi antar umat beragama merupakan konsekwensi serta kebutuhan hakiki dari kemanusiaan yang universal, yang tidak dapat ditolak dan wajib diusahakan oleh setiap insan beragama karena manusia pada hakekatnya adalah makhluk hidup yang :
  1. individual dan serentak komunal yang hidup bersama, mengelompokkan diri atas dasar tertentu, saling membutuhkan, saling berelasi, saling mempengaruhi;
  2. yang memiliki kesamaan martabat, nilai-nilai kemanusiaan, dan hak asasi, eksistensi atau keberadaan, permasalahan dan kebutuhan, ideologi dan cita-cita
  3. dan serentak memiliki kekhasan yang membedakan individu yang satu dengan yang lain maupun kelompok yang satu dengan kelompok yang lain;
  4. yang memiliki kebebasan batiniah (kehendak) dan lahiriah (tindakan), namun serentak dapat pula mempengaruhi dan dipengaruhi;
  5. yang memiliki kecenderungan “egositis” maupun “altroistis”, baik secara individual maupun komunal;
  6. yang mempunyai akal budi, hati nurani dan keutamaan untuk memikirkan dan mengetahui, menilai dan memutuskan, serta bertindak atau berbuat;
  7. yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma: adat/budaya, kenegaraan, keagamaan.
Penghargaan terhadap agama/umat beragama lain, hidup rukun dan damai dengan umat beragama lain, bukan hanya merupakan kebutuhan dan tuntutan atau kewajiban keagamaan, tetapi lebih luas dan dalam dari itu, yaitu karena kemanusiaan. Kerukunan dan toleransi antar sesama manusia, baik yang beragama maupun yang tidak beragama, merupakan tuntutan kebutuhan dan kewajiban kemanusiaan dari setiap orang (termasuk orang yang tidak beragama). Kerukunan dan toleransi antar umat beragama merupakan konsekwensi dari hakekat kemanusiaan kita.
Oleh sebab itu bila ada orang yang merusakkan atau menolak kerukunan dan toleransi antar umat beragama, sama dengan ia merusakkan atau menolak kemanusiaan.
Apakah kita menghendaki demikian ? Kiranya tidak ! Oleh sebab itu kita perlu waspada terhadap oknum ataupun kelompok yang mencoba merusakkan atau  menolaknya, seraya berusaha untuk membangun kerukunan dan toleransi antar umat beragama, karena dan demi kemanusiaan (harkat dan martabat manusia) yang universal.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar